CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Friday, May 8, 2009

Seni Jalanan

Teringat kisah Ikal dan Arai yang mengelilingi Eropa dengan uang hasil meminta di jalan, dalam buku Edensor karya Andrea Hirata. Mereka menggunakan kostum yang aneh untuk menyamarkan diri, ditambah dengan accesoris yang unik sebagai penarik perhatian. Tentunya mereka juga berkelakuan sesuai dengan peran yang mereka jalankan dan kostum yang mereka gunakan. Harus rela berdiri mematung selama ber jam-jam, menahan sakit ketika dicubit orang, dan tentunya harus siap menaggung malu. Ternyata meminta uang di jalan bukan sebuah pekerjaan yang rendah di Eropa, bahkan ada universitas yang secara khusus mengajarkan seni jalanan kepada para mahasiswanya.


Akhir-akhir ini saya melihat seni jalanan ala Indonesia. Yaitu dengan menggunakan kostum “jathilan” dan menari layaknya “jathilan” di tempat yang strategis, seperti di perempatan jalan Wonosari dan di bawah jalan layang Janti. Tidak hanya itu saja, mereka juga mengiringi tarian itu dengan musik dan gamelan yang khas. Walaupun hal ini mereka lakukan untuk meminta uang kepada pengguna jalan atas penampilan meraka, namun saya pikir hal ini harus mendapat perhatian yang serius dan perlu dikembangkan untuk melestarikan budaya. Sehingga kualitas seni jalanan Indonesia menjadi lebih bermutu dan bernilai tinggi.
Hingga detik ini, tidak banyak orang yang meminta di jalan dengan memperhatikan nilai seni dan budaya, sebagian besar dari mereka hanya bernyanyi ala kadarnya bahkan hanya dengan menengadahkan tangan. Walaupan ada juga yang bernyanyi dan bermain musik dengan hebatnya, sehingga kita sering menyebut mereka dengan istilah musisi jalanan. Menurut saya mereka tidak jauh berbeda dengan musisi kelas atas yang bernyanyi di atas panggung, sama-sama menjual suara dan ketrampilan bernyanyi. Jika suaranya bagus dan memiliki ketrampilan bernyanyi yang tinggi maka akan memperoleh banyak penghasilan, jika tidak maka hanya akan ditidakacuhkan.
Sepertinya jiwa peseni jalanan harus segera dibangkitkan kembali. Tentunya tidak terbatas pada seni suara dan musik, namun juga seni tari, sulap dan lain sebagainya. Topeng monyet dan ludruk itupun termasuk salah dua diantaranya. Jika hal ini dapat terwujudkan, insyaallah akan membuat jalanan menjadi lebih berwarna. Dan mungkin juga hal ini dapat menjadi sebuah hiburan bagi para pengguna jalan hingga mereka bisa menikmati perjalanan , mengurangi stress dan resiko kecelakaan.

Selengkapnya...

NASIB MEREKA

Banyak yang menganggap remeh orang yang mencari uang di jalanan. Posisi mereka direndahkan, dianggap perusak pemandangan dan pengganggu pengguna jalan. Bahkan kadang kita hanya memandang mereka sebelah mata ketika mereka menyodorkan topi untuk meminta sekeping koin dari saku kita. Dan cukup dengan ayunan tangan pertanda sebuah penolakan mereka akan segera pergi dari hadapan kita.
Memang benar kata pemerhati sosial,memberi uang kepada anak jalanan tidak baik untuk pendidikan dan hanya akan membuat mereka malas untuk bekerja. Pemerintah telah berusaha mengurangi ledakan anak jalanan dengan memberikan ketrampilan agar mereka dapat berwirausaha. Namun mengapa kebanyakan mereka lari ketika satgas mendatangi mereka untuk dibawa ketempat pelatihan? Dan mengapa mereka menolak fasilitas yang telah diberikan pemerintah?



Tentunya karena mereka merindukan kebebasan, kebebasan yang hanya dapat diperoleh ketika mereka hidup di jalanan. Tidak aturan yang mengikat.
Mungkin metode pendekatan yang dilakukan pemerintah kurang tepat. Jika program pelatihan ketrampilan tidak dapat mengurangi populasi anak jalanan, pemerintah seharusnya membuat program bagaimana anak jalanan dapat diberdayakan dan dididik dengan baik.
Seperti yang telah dilakukan lembaga sosial kemasyarakatan ataupun orang yang peduli terhadap nasib anak jalanan. Mereka tidak menjauhkan anak jalanan dari kehidupan di jalan, namun mereka memanfaatkan kehidupan di jalan untuk mendidik dan memberdayakan mereka. Sebagai contoh adalah mendirikan sekolah gratis di bawah jalan tol, mengajari mereka bermusik dan mengembangkan potensi diri.
Keras memang kehidupan di jalan, tak ada atap yang memayungi diri dari terik matahari dan derasnya hujan, tak ada kasur empuk tempat menghangatkan tubuh ketika tidur, belum lagi todongan preman kasar yang siap menguras isi kantong. Namun banyak juga dari mereka yang menikmati hidup di jalanan, jauh dari kemunafikan hidup, berpenampilan apa adanya, tanpa topeng pemalsu diri.
Saya sempat berpikir, mungkin hidup mereka lebih bahagia dari para pejabat tinggi, walaupun kemiskinan dan penderitaan terus menerus menerpa, namun mereka bersikap jujur, tidak lari dari kenyataan, tidak seperti pejabat yang kekayaannya menumpuk namun hatinya sempit, pintar memoles diri untuk menutupi kekurangan.
Dan ketahuilah, bahwa orang yang kaya itu dihisab paling akhir di hari perhitungan kelak, mereka bahagia di dunia namun belum tentu bahagia di akhirat.

Selengkapnya...

Thursday, May 7, 2009

Apakah Aku Terlalu Rakus dalam Menerima Amanah?

Selasa, 5 Mei 2009
Kuliah berakhir pada pukul 17.30, setelah sholat maghrib aku langsung menuju ke komsat IMM UGM, guna menyelesaikan LPJ musykom. Aku tahu, aku tak boleh pulang larut malam, jadi aku bergegas untuk pulang ketika jam menunjukkan pukul 19.30.
Perasaanku tidak enak, aku pamit kepada Febri, Auriza dan Mb Kitti dengan meminta maaf atas segala kesalahan yang telah kuperbuat, kalau-kalau aku mati di tengah jalan. Dan ternyata..

DUERRR...BRUUUK

Aaaaaaagggghhhh, aku disudruk motor, alias tertabrak,
Tapi alhamdulillah masih bisa bangun sendiri. Sebenarnya orang yang menabrakku mau memperbaiki kerusakan motorku di bengkel, tapi sudahlah, terburu malam, lebih baik aku pulang dan memperbaiki kerusakan motorku esok hari. Nekat aku ini, berani menaiki motor yang poroknya bengkok, yah, aku berjalan dengan motor yang oyag ayig amat pelan. Alhamdulillah selamat sampai rumah. Setelah lapor pada ortu, sholat dan mandi sensasi rasa sakitnya mulai kurasakan, hantaman keras tadi menyadarkanku akan suatu hal, dan aku mereview kegiatanku beberapa hari ini.


Jum’at , 1 Mei 2009

Aktifitasku dimulai dari kuliah, kemudian menyebar dan menempel poster seminar AJAX yang diadakan OMAH TI di UNY dan UIN bersama Icha. Huft, panas-panas menjelang jum’atan jalan bolak-balik muter UIN, belum lagi di FT UNY, seperti masuk kandang macan, harus menanggung malu karena dominasi kaum Adam, di FT UGM saja kaum hawa tidak begitu terasingkan.

Setelah berpanas-panas ria aku menuju ke GSP, menengok stand IMM UGM untuk MABA, alhamdulillah bertemu dengan anak Mu’allimaat yang keterima di UGM.

Kemudian langsung menuju ke jl Wonosari, takziyah ke tempat Pak Harwanto Dahlan bersama Dibie, dek Iqbal, mas Iip, Mas Zalik dan Dek Ima. Subhanallah, hebat Pak Harwanto Dahlan itu, pelayatnya banyak sekali, mulai dari politikus, ilmuwan, mahasiswa, aktifis, masyarakat kelas bawah sampai musisi sekelas Letto pun mengucapkan bela sungkawa melewati karangan bunga. Jarang ku temukan public figure yang bisa merangkul semua kalangan.
Sepulang dari takziyah, aku, Inung dan Dibie menuju rumahku, kami makan bersama dalam satu piring, nostalgia masa lalu. Setelah mereka pulang aku harus beres-beres rumah dan menyiapkan diri untuk RaKer IMM UGM yang kebetulan bertempat di rumahku.
Acara RaKer dimulai pukul 20.30. yah seperti RaKer pada umumnya, tidak ada yang begitu berkesan bagiku. Namun aku tetap senang karena bisa menjadi tuan rumah, bangga rasanya, rumahku turut mengukir sejarah perkembangan IMM UGM periode 2009/2010, dan tentunya hawa keintelektualitasan mereka dapat mengubah atmosphere rumahku.

Sabtu, 2 Mei 2009

Raker ini baru selesai pukul 02.00 dini hari, immawati langsung masuk ke kamar untuk bersiap tidur, sedangkan para immawan tergeletak di ruang tamu alias tempat raker. Terkecuali aku, Mb Kitti, Auladi, Auriza dan Bustan, kami menuju ke Musholla, aku dan Auladi mengerjakan tugas kalkulus, Auriza dan Mb Kitti disibukkan dengan laptop, sedangkan Bustan membaca komik.

Pukul 02.30 Bustan sudah terlelap di musholla, 15 menit kemudian disusul Mb Kitti yang masuk kamar. Musholla berukuran 4 x 3 tersebut tinggal 3 makhluk yang terbelalak matanya, aku melihat ke samping musholla ada ruang tamu tempat para immawan tidur, dan ke depan musholla ada kamar tempat immawati tidur.
Jeglek...Astagfirullah, aku baru sadar bahwa aku cewek seorang diri, oh TIDAAAK! Aku harus segera masuk kamar.
Jegrek..jegrek,
aku mencoba membuka pintu kamarku. Astaghfirullah, ternyata tak bisa dibuka, entah terkunci atau apa. Aneh, aku tidak bisa masuk pintu kamarku sendiri.
Hiks hiks, akhirnya aku meneruskan mengerjakan kalkulus bersama Auladi. Jika yang sebelumnya didengarkan adalah lagu Sheila on 7 guna mengusir kantuk, maka sekarang yang didengarkan adalah murattal al-Qur’an guna menjaga hati kami dan mengusir syeitan.

Auriza mulai menghempaskan diri bersama para immawan yang lain di ruang tamu,kini hanya tersisa aku dan Auladi yang masih terjaga, kami pun tetap menyibukkan diri dengan soal-soal kalkukus. Dalam hati aku berharap agar adzan subuh segera berkumandang, untuk memecah keheningan pagi.
Begitu Adzan terdengar, aku langsung membangunkan para immawati melewati jendela. Alhamdulillah suasana rumahku kembali ramai. Kami pun sholat subuh berjama’ah di ruang tamu. Seusai sholat subuh para immawan bersiap diri untuk pulang, sedangkan immawati mencuci piring dan gelas di dapur.
Setelah pamit dan mengucapkan terimakasih kepad ortuku mereka pulang, kecuali mas Ghif, Auladi, Auriza, Bustan dan Molly. Kami pun memanggil Erwan, alumni Mu’allimin yang rumahnya dekat rumahku. Akhirnya reunian deh, kumpul IKMAMMM82 ditambah mas Ghif yang alumni Gontor.

Suasana langsung berubah, canda tawa membahana, senyum menghiasi wajah kami. Ibuku membuatkan kopi dan membelikan kukis untuk mereka. Kemudian aku membantu ibuku untuk menyiapkan sarapan. Setelah persiapan selesai , aku memanggil mereka untuk masuk dan sarapan bersama. Namun setelah mereka masuk mereka tidak mau mengambil makan, tidak enak hati ku kira. Akhirnya aku dan Molly meladeni mereka mengambilkan nasi dan lauk..wahh, aku benar-benar memanjakan mereka, alhamdulillah di antara kami tidak ada perasaan apa-apa, jadi sudah terbebas dari virus cinta. Aku menyayangi mereka layaknya aku menyayangi teman cewekku, kami berkumpul layaknya saudara.

Pukul 08.00 mereka pulang kecuali Molly, aku segera mandi dan beras-beres rumah. Setelah kepulangan mereka kantuk dan lelah benar-benar ku rasakan, ingin sekali rasanya aku tidur, namun tak bisa karena harus menemani Molly ke Fak Pertanian. Sampai di Fak Pertanian mataku lengket, aku terkantuk-kantuk di kursi sembari menunggu Molly.

Pukul 12.00 aku harus menuju ke tempat Dibie, karena kami akan mengikuti aksi pelajar dalam Hardiknas yang diadakan oleh PW IPM DIY. Kami berkumpul di Mu’allimin, seharusnya aksi ini diikuti dengan berjalan kaki sepanjang 2-3 km dari Mu’allimin menuju kantor pos, tapi aku tahu, aku tak akan sanggup, melihat keadaan teman-temanku yang dihantui kelelahan, Molly tidak jadi ke Bantul mengikuti raker PD IPM karena capek, Auladi yang tertidur di Stand IMM UGM karena capek juga.
Akhirnya aku mengikuti aksi tersebut dengan menaiki motor. Niat hati tidak akan mengikuti aksi sampai selesai, namun setelah mendengar para orator berorasi dengan hebatnya, aku jadi mengurungkan diri untuk pulang, terbius kobaran semangat mereka.
Setelah aksi selesai aku langsung pulang, tidak mampir ke Mu’allimin dulu, setibaku di rumah

1
2
3
Bruuk
Aku pun telepar, lemes banget rasanya, sholat ashar masih sadar, namun ketika sholat maghrib dan isya’ kesadaranku kian melemah, langsung tergeletak di atas kasur, tidak bisa membantu teman-temanku di kampung untuk mengurusi pengajian anak-anak.

Ahad, 3 Mei 2009

Aku teringat akan kajian IMM, CSS UGM dan raker PC IPM BU, mata sudah bisa terbuka namun badan sulit untuk digerakkan. Harus dipaksakan, paksakan badanku untuk bergerak. Alhamdulillah dengan pengumpulan tenaga kembali aku berhasil mengikuti raker PC IPM BU sebagai prioritas dan meninggalkan kajian CSS serta IMM.
Di tengah-tengah raker, aku mendapatkan sms yang berisi undangan untuk kumpul IKMAMMM di Mu’allimin sore nanti. Astaghfirullah, aku harus paksakan badan sekali lagi. Aku mengajak Dibie, Molly dan dek Iqbak untuk kumpul IKMAMMM. Ah..ternyata Dibie pun terkapar di kamarnya, dek Iqbal pun tidak bisa karena ada acara, dan Molly..??? huft, ternyata teman-teman seperjuanganku sedang mencapai titik puncak kelelahan, aku pun merasa seperti itu.
Seusai raker aku kembali ke rumah sebentar untuk istirahat, dan setelah sholat Ashar langsung menuju ke Mu’allimin. Aku baru menginjakkan kakiku di rumah kembali pukul 20.00.

Senin, 4 Mei 2009

Kelelahan fisik sudah tidak begitu ku rasakan, namun kelelahan pikiran masih menggelayuti diriku. Untuk refreshing aku dan Dibie mengikuti kajian kristologi di PP Budi Mulia, dan baru tiba di rumah pukul 22.15

*****

Yupz, aku tersadar kembali. Kecelakaan itu membuatku harus mengubah jalan hidupku. Sebuah kalimat yang sering dilontarkan bapakku ketika aku berpamitan untuk mengikuti kegiatan di luar kuliah

“oalah diiiik, dik, kapan lemu arep leren ki? Mesakke awakmu kui lho”

Yah, aku faham, aku harus melepas salah satu amanat yang ada di pundakku. Aku harus ingat bahwa amanat terbesarku sekarang adalah kuliah, karena aku kuliah dibiayai negara yaitu Departemen Agama, jadi hasilnya harus ku pertanggungjawabkan pada negara.

Namun sulit juga untuk memutuskannya, karena aku merasakan suasana persahabatan, persaudaraan dan perjuangan yang kental ketika berada di tengah-tengah mereka, bukan material semata yang kucari, namun kenyamanan spiritual. Lalu apakah aku harus bertahan dengan kondisi seperti inihuhy? Ataukah harus meninggalkan amanat yang telah kupegang?



Selengkapnya...