Teman, aku iri dengan kalian.
Tapi keirian ini mungkin hanya ledakan emosiku semata, dan keirian yang tidak beralasan.
Namun , aku belum bisa menerima kondisiku sekarang.
Nafasku sesak ketika kalian menceritakan bagaimana panasnya diskusi yang kalian ikuti, sedangkan aku hanya dapat duduk manis mendengar cerita kalian.
Jiwaku menangis ketika melihat kesibukan kalian di organisasi, bertemu tokoh-tokoh yang dulu sama-sama kita idolakan, menerima pancaran ilmu mereka yang luas. Sedangkan aku, hanya menerima ilmu yang redup, berorientasi pada dunia, material semata.
Badanku merinding ketika melihat aksi kalian untuk dunia, mengangkat derajat kaum tertindas, menolong orang miskin, menyantuni anak yatim. Sedangkan kepekaan sosialku mungkin kini beranjak menuju ketumpulan.
Namun hatiku berkata, ‘Miftah, pahamilah jalan perjuanganmu!’.
Para mujahid di Gaza, Poso, Maluku mungkin berjuang dengan pedang di tangan mereka dan sabuk di pinggang mereka. Berjihad dengan tank-tank, rudal, peluru dan bom.
Para politikus mungkin berjuang dengan parpol, duduk di DPR/MPR, dan menyuarakan aspirasi rakyat.
Para sosialis mungkin berjuang dengan ormas atau lembaga sosial. Melalui pantai asuhan, rumah sakit, panji jompo, dhu’afa, dll.
Para ilmuwan berjuang di laboratorium dengan eksperimen-eksperimennya, mengotak-atik rumus, menyampurkan berbagai senyawa, berstatistik ria, bermain dengan mesin-mesin, dll.
Para seniman berjuang melalui musik, lagu, seni tari, seni rupa, theatre, dll.
Para sastrawan berjuang melalui puisi, prosa, cerpen, roman, dll.
Para ulama berjuang dengan dakwah mereka, membimbing masyarakat, bertandang dari masjid ke masjid, dll.
Semua itu tidak mutlak. Tidak bisa para mujahid berjuang sendiri tanpa para ilmuwan, karena merekalah yang bisa menciptakan senjata. Para mujahid juga memerlukan para dermawan sebagai penyandang dana, memerlukan para sastrawan yang tulisannya dapat megobarkan semangat juang, memerlukan politikus yang dapat mengatur strategi perang, memerlukan ulama yang menjaga keihklasan niat mereka dalam berjuang, dll.
Semua element pejuang merupakan rantai yang tak dapat dipisahkan, semua saling membutuhkan, harus saling menolong dan bekerja sama, tidak boleh merasa egois dan merasa diri paling hebat. Yah, kurasa ini sudah sering disampaikan bahwa perbedaan adalah rahmat.
Dan jalan mana yang akan kau pilih?
Teman, mungkin aku tidak bisa berjuang seperti kalian, tapi insyaallah aku akan berjuang bersama kalian. Melalui jalanku sendiri, sesuai dengan bidang keilmuwanku dan lingkunganku, bukan berarti aku tidak mau menghidup-hidupkan impian kita, tapi memang dibutuhkan perjuangan dari segala bidang untuk membangun bangsa dan umat. Dan aku telah memilih jalur perjuanganku. Inilah jihadku.
0 comments:
Post a Comment